Nasib
Muslim Rohingya sedang menjadi sorotan dunia sekarang ini. Begitupun,
Pemerintah Myanmar mengatakan tidak mengakui etnis Rohingya sebagai warga
Negara Myanmar. Padahal, ribuan warga Rohingya sudah ada di Arakan ratusan
tahun yang lalu.
“Mereka
bukanlah bagian dari 130 etnis kami,” ujar Menteri Urusan Perbatasan Myanmar
Thein Htay, seperti dikutip DPA, Selasa (31/7/2012).
Sebelumnya
Presiden Myanmar Thein Sein juga belum bisa menerima warga Rohingya sebagai
warga negaranya. Thein Sein sempat menganjurkan deportasi untuk warga tidak
bernegara itu.
“Sangatlah
tidak mungkin untuk menerima warga Rohingya yang merupakan imigran gelap,” ujar
Thein Sein.
Ketika
insiden konflik komunal terjadi di Arakan dan menewaskan 80 orang, Myanmar
menangkap tiga orang petugas Badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR). Ketiga
petugas UNHCR itu diduga terlibat dalam insiden kerusuhan.
Selama
ini, Thein Sein pun menyarankan UNHCR agar menempatkan warga Rohingya di luar
Myanmar atau membentuk kamp penampungan untuk mereka. Dan tepat ketika utusan
PBB datang ke Myanmar, Pemerintah Myanmar menampik keras peristiwa pembantaian
itu.
Pemerintah
Myanmar juga mengklaim, kekerasan yang terjadi di Negara Bagian Arakan sudah
terpolitisasi. Insiden itu tidak berkaitan dengan adanya diskriminasi
keagamaan.
Sejak
1982 silam, Pemerintah Myanmar mulai melakukan klasifikasi etnis dan memandang
750 ribu warga Rohingya di Arakan sebagai warga Muslim etnis Benggala. Mereka
pun disika dan didiskriminasikan.
Nama
Rohingya diambil dari bahasa Arab, Rahma, yang berarti pengampunan. Menurut
estimasi, sekira 30 ribu warga Rohingya hidup di kamp penampungan UNHCR yang
ada di Bangladesh. Mereka lari dari negaranya ketika konflik antar-agama
berlangsung.
0 komentar:
Post a Comment